Jumat, 23 Desember 2011

Konsep Pendekatan Dan Metode Analisis Dalam Karya Sastra

a  Konsep Pendekatan Struktural Genetik
           Strukturalisme genetik ditemukan oleh Lucian Goldman, seorang filsuf dan sosiolog Studi of tragic Vision in the Pensees of Pascal and the Tragedies of Racine, dalam bahasa prancis terbit pertama kali tahun 1956. Sebagai  penghormatan terhadap jasa-jasanya, Jurnal lmiah The Philosophical Forum secara khusus menerbitkan karya-karya lmiah dalam kaitannya dengan kepakarannya,khususnya terhadap teori strukturalisme genetik.
        Struturalisme genetik mempunyai implkasi yang lebih luas dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu-ilmu kemanusiaan pada umumnya. Sebagai seorang strukturalis, Goldman sampai pada kesimpulan bahwa struktur mesti dsempurnakan menjadi struktur bermakna, dimana setiap gejala memiliki arti apabila dikaitkan dengan struktur yang lebih luas, demikian seterusnya sehingga setiap unsur menopang ttalitasnya. The Hidden God, dimana konsep-konsep dasarnya dtanamkan kemudian disebut sebagai sosiologi kebudayaan. 
        Secara defenitif strukturalsme genetik  adalah analisis khusus dengan memberikan perhatian terhadap asal-usul karya. Secara ringkas berarti bahwa struturalisme genetic  sekaligus memberikan perhatian terhadap analisis intrisik dan ekstrinsik. Meskipun demikian, sebagai teori yang telah teruji faliditasnya, struturalisme genetic masih ditopang oleh beberapa konsep canggih yang tidak dimiliki oleh teori sosial lain, misalnya: simetri atau homologi, kelas- kelas sosial, subjek transindividual, dan pandangan dunia. Konsep-konsep inilah yang membawa strukturalisme genetik pada puncak kejayaannya, sekitar tahun 1980-an hingga 1990-an.
        Homologi dipinjam melalui keayaan intelektual biologi, dengan asumsi persamaan struktur sebab diturunkan melalui organism primitive yang sama. Dalam strukturalisme genetic homologi disamakan dengan korespondensi, kualitas hubungan yang bersifat structural. Homlogi dengan demikian bukanlah kesejajaran formal, arbitrer, analogi, atau monolitis. Hmologi memiliki implikasi dengan hubungan bermakna antara struktur literer dengan struktur sosial. Dalam proses penelitian identifikasi terhadapnya memerlukan penelitian yang saksama , kualitasnya ditentukan oleh karya itu sendiri, bukan struktur sosial. Homologi bukan reduksi dan imitasi, interpendensinya adalah struktural, bukan hubungan isi secara langsung.
        Secara sosiologis, menurut Hauser (1985:139) seniman pun pada dasarnya ditentukan oleh kelas sosialnya. Perlu dijelaskan bahwa keterlibatan pengarang lebih bersifat afinitas, sebagai bentuk  ketertarikan terhadap suatu masalah dibandingkan dengan komitmen. Atas dasar akar sosial yang sama maka terjadilah simpati terbagi, imajinasi terbagi, kesadaran sosial yag dianggap sebagai genesis kreativitas. Dalam hubungan inilah, sesuai dengan pandangan Marxis, karya disebut sebagai wakil kelas sebab karya sastra dimanfaatkan untuk menyampaikan aspirasi kelompoknya. Dikaitkan dengan seniman sebagai pencipta , latar belakang dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu latar belakang karena afilasi dan latar belakang karena kelahiran. Sebagai pencipta dengan  ciri-ciri aktivitas kreatif disatu pihak, penjelajahan sumber-sumber ilmu pengetahuan dipihak yang lain, maka yang lebih bermakna latar belakang sebagai akibat afiliasi, sebagai kelahiran yang kedua. Bentuk afiliasi bermacam-macam, sesuai dengan kompleksitas struktur sosial, seperti keluarga, profesi, intelektual,religi,ekonomi,dan sebagainya. Penagarang dapat melepaskan diri dari kelompok asal, terlihat dari kelompok lain,demikian seterusnya.
         Sejajar dengan masalah kelas-kelas solsial di atas,Goldman juga mengintroduksi konsep transindividual,intersubjektif menurut pemahaman lain. Meskipun Goldman mengadopsi istilah transindividual melalui khazanah intelektual Marxian,khususunya Lukacs,Goldman tidak menggunakan istilah kesadaran kolektif dengan mempertimbangkan bahwa istilah yang terakhir seolah-olah mennjolkan pikiran-pkiran kelompok. Sebalknya, menurut Goldman (1976:89-95) transndividual menampilkan pkiran-pikiran indivdu tetapi dengan struktur mental kelompok. Dunia intersubjektif adalah dunia yang dihuni bersama-sama dengan individu yang lain. Secara historis transindividual juga idanggap penolakan terhadap kultus individu yang menguasai abad romantik. Dalam strukturalisme genetik, subjek transidividual merupakan energy untuk mrmbangun pandangan dunia.
            Pandangan dunia merupakan masalah pokok dalam strukturlisme genetik. Homologi,kelas-kelas sosial, struktur bermakna,dan subjek transidividual diarahkan pada totalitas pemahaman yang dianggap sebagai kesimpulan suatu penelitian. Pandangan dunialah yang memicu subjek unutk mengarang,identifikasi pandangan dunia juga yang dianggap sebagai salah satu ciri keberhasilan suatu karya. Dengan kalimat lain,mengetahui pandangan dunia suatu kelompok tertentu berarti mengetahui kecenderungan suatu masyarakat,system ideology yang mendasari perilaku sosial sehari-hari.
         Secara definitive Goldman (1977:25) menjelaskan pandangan dunia sebagai ekspresi melalu hubungan dialektis kolektifitas tertentu dengan lingkungan sosial dan fisik, dan terjadi dalam periode bersejarah yang panjang. Pandangan dunia bukanlah ideology sebagaimana terkandung dalam pemahaman Marxisme atau pemahaman masyarakat pada umumnya. Konsep-konsep yang mendasari pandangan dunia harus digali melalui dan di dalam kesadaran kelompok yang bersangkutan dengan melibatkan indicator system kepercayaan,sejarah intelektual,dan sejarah kebudayaan secara keseluruhan. Penelitian terhadap primordial dan berbagai kecenderunagan masa lampau yang masih sangat dominan di Indonesia,msalnya memerlukan pelacakan terhadap fakta-fakta sejarah kebudayaan yang meliputi masa ratusan bahan ribuan tahun.
        Secara defenitif strukturalisme genetik harus menjelaskan struktur dan asal-usul struktur  itu sendiri dengan memperhatikan relevansi konsep homlogi, kelas sosial, subjek transindividual, dan pandangan dunia. Dalam penelitian,langkah-langkah yang dilakukan diantaranya:
a.    Meneliti unsur-unsur karya sastra
b.    Meneliti  hubungan unsur-unsur karya sastradan totalitas karya sastra
c.    Meneliti unsur-unsur masyarakat yang berfungsi sebagai genesis karya sastra
d.    Meneliti hubungan unsur-unsur karya sastra dengan totalitas karya sastra
e.    Meneliti hubungan karya sastra secara keseluruhan

            2.a  Konsep Pendekatan Ekpresif
    Pendekatan ekspresif memiliki sejumlah persamaan dengan pendekatan biografis dalam hal fungsi kedudukan karya sastra sebagai manifestasi subjek creator. Dikaitkan dengan proses pengumpulan data dan penelitian, pendekatan ekspresif lebih mudah dalam memanfaatkan data biografis dibandingkan dengan pendekatan biografi dalam memanfaatkan data pendekatan ekspresif. Pendekatan biografis pada umumnya menggunakan data primer mengenai kehidupan pengarang, oleh karena itulah disebut sebagai data histografi. Sebaliknya pendekatan ekspresif lebih banyak memanfaatkan data sekunder , data yang sudah diangkat melalui aktivitas pengarang sebagai subjek pencipta, jadi sebagai data literatur. Untuk mnjelaskan hubungan antara pengarang, semestaan, pembaca dan karya sastra, Abrams membuat diagram yang terdiri atas empat kompnen utama, dengan empat pendekatan yaitu pendekatan ekspresif, mimetik, pragmatik, dan objektif.
    Pendekatan ekspresif tidak semata-mata memberikan perhatian terhadap bagaimana karya sastra itu diciptakan, seperti studi proses kreatif dalam studi biografis, tetapi bentuk-bentuk apa terjadi dalam karya sastra yang dihasilkan. Apabila wilayah studi biografis terbatas hanya pada diri penyair dengan kualitas pikiran dan perasaannya, maka wilayah studi ekspresif adalah diri penyair, pikiran dan perasaan,dan hasil-hasil ciptaannya. Dikaitkan dengan dominasi ketaksadaran manusia seperti disinggung di atas, maka pendekatan ekspresif membuktika bahwa aliran romantic cenderung tertarik pada masa purba, masa lampau, dan masa primitif kehidupan manusia. Melalui indikator yang disinggung di atas ,maka penedekatan ekspresif embuktikan bahwa aliran romantik cederung tertarik pada masa purba, masa lampau, dan masa primitif kehidupan manusia. Melalui indkator kondisi sosiokutural pengarang dan ciri-ciri individalisme, nasionalisme, komunisme, dan feminism dalam karya, baik karya sastra individual maupun karya sastra dalm kerangka periodisasi.
    Secara historis, sama dengan pendekatan biografis, pendekatan ekspresif dominan abd ke-19, pada zaman rmantik. Di Belanda dikenal melalui Angkatan 1880 (80-an), di Idonesia melalui Angkatan 1930 (30-an), yaitu Pujangga baru, yang dipelopori oleh Tarengkeng, Amir Hamzah, dan Sanusi Pane, dengan dminasi puisi lrik. Menurut Teuw (1988:167-168) tradisi itu masih berlanjut hingga Sutardji Colsum Bachri, tidak terbatas pada cipta sastra etapi juga pada politk sastra. Dala tradisi sastra Barat pernah kurang mendapat perhatian, yaitu selama sastra Pertengahan, sebagai akibat dominasi agama Kristen. Karya sastra semata-mata dianggap sebagai peiruan terhadap kebesaran Tuhan dengan knsekuensi manusia sebagai pencipta harus selalu berada di bawah sang Pecipta.

             3.a Konsep Pendekatan Mimesis
    Menurut Abrams (1976:8-9) pendetan mimesis merupakan pendekatan estetis yang paling primitif. Akar sejarahnya terkandung dalam pandangan Plato dan Arstoteles. Menurut Plato, dasar pertimangannya adalah dunia pengalaman,yaitu karya sastra itu sendiri tdak bisa mewakili kenyataan yang sesungguhnya, melainkan hanya sebagai peniruan. Secara hirarkis dengan demikian karya seni berada di bawah kenyataan. Pandangan ini di tolak oleh Aristoteles dengan argumentasi bahwa karya,seni berusaha menyucikan jiwa manusia, sebagai catharsis.Di samping itu juga karya seni berusaha membangun duninya sendiri.
    Selama abad Pertengahan karya seni meniru alam dikaitkan dengan adanya dominasi agama Kristen,di mana kemampuan manusia hanya berhasil untuk meneladani ciptaan Tuhan. Teori estetis ini tdak hanya ada d Barat tetapi juga di dunia Arab dan Indonesia. Dalam khazanah satra Indonesia yaitu dalam puisi Jawa Kuno seni berfungsi untuk meniru keindahan alam dalam bentuk yang berbeda,yaitu abad ke-18, dalam pandangan Marxis dan sosiologi sastra, karya seni dianggap sebagai refleksi, sebagaimana diintroduksi oleh salah seorang tokohnya yang terkemuka yaitu Lukacs, maka sosiolog sastra memandang kenyataa itu sebagai suatu yang sudah di tafsirkan. Dalam hubungan ini pendekatan mimesis memiliki persamaan dengan pendekatan sosiologis. Perbedaannya, pendekatan sosilogis tetap bertumpu pada masyarakat,sedangkan pendekatan mimesis,khususnya pada kerangka Abarams bertumpu pada karya sastra.
    Pendekatan mimesis Marxis merupakan pendekatan yang paling beragam dan memliki sejarah perkembangan yang paling panjang . Meslpun demikian, pendekatan ini sering dihindarkan sebagai akibat keterlibatan tooh-tokohnya dalam dunia politik. Di Indonesia, misalnya selama hampir tiga reformasi . DEngan pendekatan ini, di mulai lagi termasuk penarbitan karya sastra pengarang lekra seperti karya-karya Pramoedya Anata Toer dalam rangka menopang keberagaman khazanah kebudayaan. Pemahaman terhadap ciri-ciri kebudayaan kelompok yang lain dapat menngkatakan kualitas solidaritas sekaligus menghapuskan berbagai kecurigaan dan kecemburuan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar